Aktifitas dalam sebuah pabrik daging kalengan di Kupang sekitar tahun 1950-an. (Sumber: Tanah Air Kita: a Pictorial Introduction to Indonesia.)
|
Pernahkah anda mendengar
orang menyebut nama sebuah tempat di Kota Kupang dengan “Ikaf”? Memang sekarang
sudah sangat jarang orang menyebut tempat itu dengan nama Ikaf. Di mana sebenarnya
tempat itu dan mengapa dinamai demikian?
Tempat itu sebenarnya hanya berjarak
beberapa meter dari perempatan dekat kantor Polda NTT yang sering disebut
sebagai perempatan Komdak menunjuk kepada nama lama dari institusi kepolisian “Komando
Militer Daerah Kepolisian”. Beberapa meter dari arah Komdak ke arah Airnona anda
akan melihat sebuah rumah mewah yang berdiri di antara Kantor Penggadaian dan
sebuah lapangan volleyball. Di tempat di mana rumah mewah dan lapangan volloeyball berdiri itulah pernah berdiri sebuah pabrik yang
disebut ICAFF singkatan dari Indonesia
Canning and Freezing Factory.
Itulah
sebabnya setiap penumpang angkot yang hendak turun di pertigaan ke arah SMP/SMA
(Sekarang SMP Lentera) biasa mengatakan kepada sopir angkot: “turun di Ikaf e”.
Permintaan ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tua yang pernah mengetahui
akan parbrik itu. Seingat saya, gedung tua dari pabrik
itu masih berdiri sekitar tahun 1980-an semasa saya di bangku SMP. Waktu itu, gedungnya sudah sangat tidak terawat. Seingat saya, dinding-dinding bagian luarnya ditempeli dengan seng. Pernah juga dipakai sebagai gedung sebuah sekolah swasta, namun kemudian dirobohkan.
Menurut penulis Peter Apollonius Rohi, Icaff itu kebanggaan orang Kupang tahun
1950-an. Pemegang sahamnya kebanyakan pedagang besar di Kupang dan raja-raja serta para pemimpin
pergerakan. Gedung pabrik itu didirikan di atas tanah raja Kupang, Don Alfonsus Nisnoni.
"Ini memang cita-cita para pemimpin
pergerakan. Makanya sebagian pemegang saham adalah para anggota koperasi Timor Verbond yug berfusi dengan Partai
Indonesia Raya (Parindra) di Surabaya," kata anggota marinir yang memutuskan untuk menjadi wartawan ini.
"Partai ini diketuai langsung oleh Dr
Soetomo. Para pedagang yang bergabung dalam Icaff antara lain Lie Tie Pau, eksportir ternak
terbesar di Kupang, Umar Bakhtiar, para raja-raja dan pegawai kerajaan, serta para pemimpin
pergerakan. Papa saya dulu menyimpan buku yang berisi daftar nama-nama para pemegang saham
Icaff".
Menurut Peter di sekitar tempat berdirinya pabrik tersebut tinggal beberapa keluarga antara lain keluarga Neppa, keluarga Bano, dan keluarga Rona. Di belakang pabrik itu tinggal adik Peter, tepatnya di sebelah barat rumah "pak Daulima, Direktur SGB". Di dekat pabrik itu juga tinggal pak Dillak, direktur SMP Kristen. Di sebelah rumah keluarga Dillak adalah rumah Ang Hoo Lang, seorang China yang menurut Peter sangat berjasa dalam sejarah pergerakan nasional. Dari beberapa keluarga ini, setahu saya yang masih berdiri di tempatnya adalah rumah keluarga Dillak.
Leopold Nisnoni menegaskan hubungan antara keluarga Nisnoni dengan perusahaan ini dalam wawancaranya dengan Steve Farram pada 17-19 Novemver 2002 (From 'Timor Koepang' to 'Timor NTT': A Political History of West Timor 1901-1967). Farram menulis:
Menurut I.H. Doko dalam bukunya Timor, Pulau Gunung Fatuleu (Balai Pustaka, 1982, hal. 44-45), pabrik pengolahan daging dalam kaleng ini didirikan tahun 1952. Pada waktu berproduksi perusahaan ini membutuhkan 16-20 ekor sapi sehari. Kesulitan transportasi dan harga tin plate (bahan baku untuk kaleng) yang tinggi membuat pabrik ini berhenti berproduksi. Tahun 1963 sudah tidak berproduksi lagi.
"Leopold Nisnoni, the son of Raja Kupang, managed two major enterprises in Kupang, a printery and a canning factory, and later went into business." (341-42).Namun harus ditelusuri lebih jauh kepastian kepemilikan saham dalam perusahaan tersebut mempertimbangkan informasi yang diberikan Peter Rohi bahwa kepemilikan perusahaan itu mempunyai hubungan dengan agenda politik pada waktu itu dan bahwa kepemilikannya bukan oleh pihak keluarga Nisnoni semata.
Menurut I.H. Doko dalam bukunya Timor, Pulau Gunung Fatuleu (Balai Pustaka, 1982, hal. 44-45), pabrik pengolahan daging dalam kaleng ini didirikan tahun 1952. Pada waktu berproduksi perusahaan ini membutuhkan 16-20 ekor sapi sehari. Kesulitan transportasi dan harga tin plate (bahan baku untuk kaleng) yang tinggi membuat pabrik ini berhenti berproduksi. Tahun 1963 sudah tidak berproduksi lagi.
Sebagian besar notes ini telah saya tulis sebagai
draft sekitar tahun 2006 namun beberapa hari lalu seorang teman saya berkunjung
ke rumah sebuah keluarga Belanda. Di sana ia diberikan sebuah buku fotografi
tentang Indonesia berjudul “Tanah Air Kita: A pictorial introduction to
Indonesia." Teman saya ini memilih buku ini untuk saya karena dia tahu saya sangat berminat tentang sejarah Timor. Buku yang tidak mencantumkan nama penulis dan tahun penerbitan
itu diterbitkan oleh penerbit W. Van Hoeve N.V. The Hegue dan Bandung. Pada halaman 196 terdapat sebuah foto dengan
caption: Picture of a meat canning factory at Kupang, also called Timor Kupang.
Sudah sejak lama saya ingin mengoleksi foto-foto bersejarah kota Kupang dan
rupanya saya telah menemukan salah satu diantaranya. Selamat menikmati.
Leiden, 27 Desember
2012.