Flight into Egypt by Rembrandt |
Dia harus memikul beban, beban yang tidak ringan mengingat semangat zamannya. Ia diminta mengakui anak dalam kandungan Maria, kekasihnya sebagai anaknya. Padahal ia belum menghampiri perempuan itu. Hukuman untuk pezinah pada waktu itu sangat berat: dirajam sampai mati. Bahkan pada zaman di mana hamil di luar nikah bukan hal yang luar biasa inipun, laki-laki siapa yang mau menanggung anak yang bukan anaknya?
Akankah ia lari dari beban yang bahkan bukan tanggungjawabnya itu? Akan dia malu menanggung apa yang dianggap aib itu? Akankah dia tak ingin merusak nama baiknya sehingga meninggalkan Maria? Akankah dia bersembunyi? Kita semua tahu jawabannya melalui Alkitab.
Pertanyaan yang sama ditujukan kepada kita. Akankah kita melakukan hal yang sama seperti Yusuf jika kita ada dalam posisinya? Akan kita mengambil resiko dan berpihak pada bayi kecil dalam kandungan itu? Bayi kecil yang bahkan belum kita lihat wajahnya?
Inilah sebuah thema dari lagu natal ‘Joseph, Better You than Me’ yang dinyanyikan oleh kelompok The Killers bersama Elton John dan Neil Tennant.
The Killers |
Bayangkan apa yang didapatkan Yusuf. Tak ada satu janjipun, imbalanpun dari malaikat. Tidak ada janji kalau kamu melakukan ini, kamu akan mendapatkan itu dst. Namun Yusuf melakukan seperti apa yang diperintahkan malaikat, mengambil Maria sebagai istrinya (Matius 1: 24-25). Ia tidak melarikan diri, seperti Yunus atau Yakub dan Ia pun tak menolak atau berdalih seperti Yesaya atau Yeremia. Yusuf sesungguhnya adalah seorang pencipta, bukan sekedar ayah dari seorang anak.
Seperti bunyi syair lagu ini, “dari tembok-tembok Kuil ke malam-malam New York, keputusan-keputusan kita berakhir pada seorang bayi.” Bayi natal itu. Dalam setiap langkah hidup kita, dari tempat-temapt paling suci seperti gereja, Bait Allah, gedung-gedung kebaktian ke tempat-tempat yang paling dianggap paling najis, semua keputusan yang kita ambil berhubungan dengan bayi itu. Segala jenis keputusan dalam hidup kita menentukan apakah kita berada di sisi bayi Yesus itu atau di sisi lain. Dan itu jugalah keputusan-keputusan yang dibuat Yusuf sejak saat itu dan sepanjang hidupnya. Apakah lari ke Mesir menghindari Herodes yang kejam, kembali ke Nazaret, memutuskan untuk membaptiskan anak sulungnya, bahkan sampai menerima kenyataan anaknya mati di kayu salib. Itulah keputusan-keputusan yang diambil oleh Yusuf, untuk menerima, menolak atau melarikan diri.
Mengapa pilihan Allah jatuh pada Yusuf bukan pada orang lain? Mengapa bukan seorang hebat dan ternama sehingga Yesus bisa dididik dengan baik? Mengapa bukan dalam istana seperti Musa? Mengapa bukan di rumah seorang kaya atau pembesar sehingga terjamin kesejahtraan dan masa depannya? Kadang kita tak pernah mengerti alasan Allah memilih seseorang dalam misinya. Segala sesuatu tidak terjadi tanpa alasan. Bahkan seorang pembunuh seperti Saulus sekalipun dipilih menjadi Rasul Allah, menjadi pembawa kabar keselamatan dari Allah. Kita tidak pernah tahu. Allahlah yang memilih, bukan kita yang memilih.
Pilihan Allah pada keluarga sederhana ini membuat kita memikirkan lagi ideal-ideal jaman modern dalam hal pendidikan anak-anak kita. Banyak kali kita berpikir bahwa agar supaya anak-anak kita mempunyai masa depan yang baik, mereka harus difasilitasi atau dijejali dengan kepenuhan material ini dan itu. Fasilitas ini dan itu. Tetapi bukankah banyak kasus membuktikan bahwa anak-anak yang hidup dalam serba keterbatasan justru tumbuh menjadi anak-anak yang mandiri dan hebat? Asalnya mereka diajarkan untuk menerima keterbatasan itu tanpa mengeluh. Bersyukur sekaligus berusaha. Sebaliknya, bukankah sejarah membuktikan bahwa mereka yang dibesarkan dalam serba kecukupan dan kemewahan justru menjadi manja dan hancur ketika berhadapan dengan hidup yang sebenarnya?
Pentingnya peran keluarga membuat Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1994 menetapkan tahun itu sebagai tahun Keluarga. |
Joseph, the Carpenter by Georges de La Tour |
Kita kembali kepada Yusuf si ayah dan si tukang kayu. Kehadiran Yesus dalam hidupnya sungguh merubah segalanya. Mungkin kita berkata “enak dong mendapat privilege menjadi ayah dari Yesus, dari Anak Allah.” Ya memang membanggakan, tapi kita tak pernah tahu bagaimana penerimaan Yusuf saat itu. Kita tak pernah tahu bagaimana pergumulan batin Yusuf. Privilege itu hanya terjadi dalam drama natal abad modern. Kan asyik jadi pemeran utama dalam drama Natal? Dalam kenyataan sebenarnya Yusuf dan Maria tidak berada di atas panggung yang ditontong banyak orang. Mereka tidak sedang ber-acting untuk mendapatkan pujian dan apresiasi. Mereka sedang menjalani hidup senyata-nyatanya. Hidup yang penuh peluh dan airmata. Peneritaan mereka tidak ada yang tahu. Mereka menaggungnya sendiri di hadapan Allah mereka.
Jika kita benar-benar menaruh diri kita dalam posisi Yusuf, belum tentu kita dengan gembira menerima tugas itu. Bukankah dalam banyak tugas dan kewajiban moral dari Allah yang lebih ringan saja, banyak dari antara kita yang tidak merasa nyaman? Bukankah banyak yang menolak? Bukankah banyak yang "melarikan diri"? baik dalam pengertian mental maupun dalam pengertian harfiah. Sebagai pribadi saya berharap bukan sayalah yang ditunjuk Allah untuk menanggung beban seperti yang ditanggung Yusuf. Beban yang membuat kita bukan duduk di singgasana kehormatan, di tempat terhormat, tapi yang membuat kita harus menanggung banyak derita. Dan itu ditanggungnya tanpa mengeluh. Jika kupikirkan lagi betapa besarnya tugas, aku merasa sungguh tak layak. Yusuf ternyata bukan orang kecil, seperti ukuran dunia. Dia sangat besar. Lebih besar dari siapapun. Seorang tukang kayu yang lebih besar dari diriku. Aku tak layak berada di posisinya. Allahlah yang memilih dan melayakkan dia. Aku hanya bisa berkata: “lebih baik kamu Yusuf, daripada saya” seperti yang dinyanyikan The Killers:
Are you bad at dealing with the fame, Joseph?
There's a pale moonshine above you
Do you see both sides? Do they shove you around?
Is the touchstone forcing you to hide, Joseph?
Are the rumors eating you alive, Joseph?
When the holy night is upon you
Will you do what's right, the position is yours
From the temple walls to the New York night
Our decisions rest on a child
When she took her stand did she hold your hand?
Will your faith stand still or run away, run away?
When they've driven you so far that you think you're
gonna drop
Do you wish you were back there at the carpenter shop?
With the plane and the lathe, the work never drove you
mad
You're a maker, a creator, not just somebody's dad
From the temple walls to the New York night
Our decisions rest on a man
When I take the stand will he hold my hand?
Will my faith stand still or run away, run away?
And the desert, it's a hell of a place to find heaven
Forty years lost in the wilderness looking for God
And you climb to the top of the mountain
Looking down on the city where you were born
All the years since you left gave you time to sit back
and reflect
Better you than me, better you than me
Better you than me, yes
When the holy night is upon you
Better you, better you
Do you see both sides? Do they shove you around?
Better you than me, Joseph
Better than you than me, better you than me
Joseph, Joseph, Joseph, Joseph
Than me, better you than me
Better you, better you, better you than me
Well, your eyes just haven't been the same, Joseph
2 comments:
Better you than me, Joseph.... by fritsdimu
aminnnnn......
Post a Comment