Lalu mata saya jatuh pada sebuah kata yang tertera di bagian atas salah satu halaman: "COUPANG". Insting saya mengatakan ini tentang Kupang. Ternyata benar, buku itu ada hubungannya dengan kota Kupang.
Judul buku itu adalah "The Mutiny on Board H.M.S. Bounty" ditulis oleh William Bligh. Buku bersampul kulit seharga 2 Euro itu saya bawa pulang. Sepertinya saya pernah membaca cerita pemberontakan itu tapi saya lupa di mana. Akhirnya saya cari di Internet dan saya menemukan banyak informasi tentang pemberontakan itu. Inti ceritanya: Dalam pelayaran pulang dari sebuah misi di Tahiti pada tahun 1789, kapal HMS Bounty milik Kerajaan Inggris diambil alih oleh sejumlah anak buah kapal dibawah pimpinan Wakil Kapten Christian Fletcher. Sang Kapten, Letnan William Bligh, dan pengikut setianya dinaikkan ke sebuah sekoci, diberikan bekal seperlunya dan dipisahkan dari kapal tersebut.
Setelah kapal H.M.S. Bounty diambilalih, para pemberontak mencari route sendiri untuk menghindar dari armada Inggris yang bisa saja menangkap mereka, sedangkan Kapten Bligh dan pengikutnya terus mendayung mencari pertolongan, hampir terbunuh di pulau Tofua dan akhirnya mendarat di Kupang. Setelah 47 hari di lautan, rombongan ini akhirnya tiba di Kupang. Itulah sebabnya dalam bagian atas dari catatan hariannya yang diterbitkan dalam buku di atas, terdapat kata "Coupang".
Sudah banyak buku dan novel, komik, film bahkan puisi yang menulis tentang kisah ini atau sekedar mengutip bagian-bagian tertentu. Lebih menarik lagi sudah ada lima film yang didasarkan pada kisah ini. Film pertama adalah film bisu yang di buat di Australia pada tahun 1916. Film yang kelima dibuat tahun 1984 dan diperankan oleh Anthony Hopkins dan Mel Gibson. Hopkins memerangkan Kapten Bligh sedangkan Gibson memerangkan Fletcher Christian sahabat Bligh yang kemudian memimpin pemberontakan melawan Bligh. Beruntung sekali film itu secara utuh bisa anda dowload di YouTube. Bagian tentang Kupang bisa anda lihat di durasi 2.01.10 dari film itu di mana Anthony Hopkins yang awutan-awutan melapor ke official Belanda di Kupang. Coba anda beri penilaian apakah gambaran di film cukup mendekati topografi Kupang. Menurut saya cukup lumayan.
Yang menarik bagi saya selain film itu, adalah Catatan Harian Kapten Bligh. Ia menuliskan segala hal dalam pengamatannya dan pengalaman mereka selama 47 hari di lautan dan bahkan sampai ia tiba di Inggris setahun kemudian. Pada hari Sabtu, 13 Juni ia mencatat bahwa mereka mendekati sebuah pulau namun mereka tidak buru-buru berlabuh. Mereka hanya terapung-apung di perairan lepas pantai sampai hari makin terang. Bligh menulis:
On examining the coast, and not seeing any sign of a settlement, we bore away to the westward, having a strong gale, against a weather current, which occasioned much sea. I.. stood towards the outer land, and found it to be the island Roti.
Jadi tanggal 13
Juni, mereka berada di sekitar pulau Rote. Namun mereka tidak mendarat.
Beberapa awak ingin mendarat di Rote untuk mencari bekal namuan Kapten Bligh
tidak mengizinkan. Mungkin karena pengalaman mereka hampir di bunuh di sebuah
Pulau di Pasifik sebelumnya. Mereka cuma mengawasi Rote dari lepas pantai.
Mereka sempat melihat kepulan asap yang menurut Bligh, itu adalah asap dari
orang-orang pribumi yang sedang membersihkan lahan mereka. Bligh menggambarkan
Rote sebagai berikut:
We had a view of a beautiful-looking country, as if formed by art into lawns and parks. The coast is low, and covered with woods, in which are innumerable fan palm-trees, that look like cocoanut walks. The interior part is high land, but very different from the more eastern parts of the island, where it is exceedingly mountainous, and to appearance the soil better.
Mereka terus
berlayar dan pada Minggu, 14 Juni, Bligh menggambarkan bahwa mereka menemukan
sebuah teluk yang tenang, setelah melewati sebuah selat yang sangat berbahaya.
Menurutnya bahayanya selat itu "disebabkan oleh arus dan angin yang keras
dan dangkalnya air." Dengan nampaknya teluk itu, Bligh menduga kemungkinan
ada orang Eropa di situ, dan ia mengirimkan dua orang untuk mencaritahu. Ia menulis:
"I therefore came
to a grapnel near the east side of the entrance, in a small sandy bay, where we
saw a hut, a dog, and some cattle; and I immediately sent the boatswain and
gunner away to the hut, to discover the inhabitants."
Kedua utusan itu
kembali dengan selamat. Mereka berhasil membawa lima orang penduduk asli dan kedua utusan itu melaporkan kepada Bligh bahwa mereka juga bertemu dengan dua keluarga, dimana para memperlakukan dengan “keramah-tamahan orang Eropa”. Orang-orang inilah memberitahukan bahwa sang gubernur tinggal di sebuah tempat bernama Coupang, yang berjarak tidak terlalu jauh dari tempat mereka berada. Bligh menggambarkan bagaimana ciri-ciri orang-orang itu:
These people were of a dark tawny color, and had long black hair; they chewed a great deal of beetle, and wore a square piece of cloth round their hips, in the folds of which was stuck a large knife. They had a handkerchief wrapped round their heads, and at their shoulders hung another tied by the four corners, which served as a bag for their beetle equipage.
Orang-orang ini
kemudian memberi mereka makan daging penyu kering dan jagung. Bligh mengaku
sangat senang dengan jagungnya namun daging penyunya sangat keras sehingga
harus dicelupkan di air sebelum dimakan. Salah satu dari para penduduk asli ini
kemudian mengantarkan mereka ke Kupang. Mereka berangkat sekitar pukul 4.30
sore dan sekitar pukul satu malam mereka meliwati "Pulo Samow" nama
yang beritahukan oleh sang pemandu kepada Bligh. Ini lebih menguatkan dugaan kalau orang-orang yang menolong Kapten Bligh dan kru-nya adalah orang Rote.
Di tengah perlayaran mereka mendengarkan dua kali tembakan meriam yang membuat mereka bersemangat lagi. Mereka juga melihat beberapa kapal yang memberi harapan kepada mereka bahwa ada orang Eropa di tempat ini. Mereka terus "mendayung" sampai jam empat pagi dimana mereka makan roti dan minum anggur mereka yang tersisa. Setelah beristirahat sebentar, mereka mendayung lagi dan tiba di Kupang saat matahari terbit. Bligh menulis bahwa ia sendiri turun ke pantai. Ia melambaikan bendera Union Jack kecil sebagai tanda kelelahan. Setelah hari mulai terang, seorang prajurit memanggil Bligh ke darat. Bligh turun ke daratan. Di sana ia ternyata bertemu dengan seorang pelaut Inggris yang kapalnya sedang berlabuh di Kupang. Bligh menulis:
Di tengah perlayaran mereka mendengarkan dua kali tembakan meriam yang membuat mereka bersemangat lagi. Mereka juga melihat beberapa kapal yang memberi harapan kepada mereka bahwa ada orang Eropa di tempat ini. Mereka terus "mendayung" sampai jam empat pagi dimana mereka makan roti dan minum anggur mereka yang tersisa. Setelah beristirahat sebentar, mereka mendayung lagi dan tiba di Kupang saat matahari terbit. Bligh menulis bahwa ia sendiri turun ke pantai. Ia melambaikan bendera Union Jack kecil sebagai tanda kelelahan. Setelah hari mulai terang, seorang prajurit memanggil Bligh ke darat. Bligh turun ke daratan. Di sana ia ternyata bertemu dengan seorang pelaut Inggris yang kapalnya sedang berlabuh di Kupang. Bligh menulis:
His captain, he told me, was the second person in the town; I therefore desired to be conducted to him, as I was informed the governor was ill, and could not then be spoken with.
Captain Spikerman received me with great humanity. I informed him of our miserable situation; and requested that care might be taken of those who were with me, without delay. On which he gave directions for their immediate reception at his own house, and went himself to the governor, to know at what time I could be permitted to see him; which was fixed to be at eleven o'clock.
Setelah semuanya
jelas, Kapten Bligh mengajak anak buahnya turun ke daratan. Mereka diterima
dengan baik, bahkan mendapatkan penginapan dan disiapkan makanan pagi berupa
roti dan teh. Bligh menggambarkan kondisi para awak sbb:
An indifferent spectator would have been at a loss which most to admire; the eyes of famine sparkling at immediate relief, or the horror of their preservers at the sight of so many spectres, whose ghastly countenances, if the cause had been unknown, would rather have excited terror than pity. Our bodies were nothing but skin and bones, our limbs were full of sores, and we were clothed in rags; in this condition, with the tears of joy and gratitude flowing down our cheeks, the people of Timor beheld us with a mixture of horror, surprise, and pity.
Pejabat Belanda
yang ada di Kupang waktu itu adalah Gubernur William Adrian van Este, yang
menurut Hans Hagerdaal (2011) pernah menjabat sementara tahun 1766-1767 dan
kemudian menjabat lagi tahun 1777-1789 kemudian meninggal pada tahun yang sama.
Van Este yang sedang sakit keras saat itu menerima mereka dengan ramah dan
Bligh menggambarkan keramahan Van Este sbb:
"The governor, Mr. William Adrian Van Este, notwithstanding his extreme ill health, became so anxious about us, that I saw him before the appointed time. He received me with great affection, and gave me the fullest proofs that he was possessed of every feeling of a humane and good man. Sorry as he was, he said, that such a calamity could ever have happened to us, yet he considered it as the greatest blessing of his life that we had fallen under his protection; and, though his infirmity was so great that he could not do the office of a friend himself, he would give such orders as I might be certain would procure me every supply I wanted."
Van Este menyewa sebuah rumah untuk Bligh, sedangkan anah buahnya di tempatkan di rumah sakit atau di kapal Kapten Spikerman yang berlabuh di dekat jalan. Gubernur Van Este juga menyatakan ketidaknyamanannya karena tidak bisa menampung seluruh awak di sebuah rumah. Rumah yang disediakan untuk Bligh adalah satu-satunya rumah yang tak berpenghuni.
Van Este sedang sakit, segala urusan dengan Bligh dan anak buahnya diserahkan kepada wakilnya Timotheus Wanjon yang sekaligus adalah menantu Van Este. Mereka diperlakukan dengan sangat mewah di sini sebagaimana digambarkan Bligh dalam catatan-catatannya. Untuk memastikan bahwa rombongan pelaut ini bisa sampai Batavia sebelum Oktober, Bligh membeli sebuah kapal kecil yang berukuran panjang 34 kaki seharga 1000 rix-dollar. Kapal itu dibelinya pada tanggal 1 Juli dan diberi nama His Majesty Resource. Mereka ingin tiba di Batavia sebelum bulan Oktober karena di bulan Oktober ada pelayaran ke Eropa.
Van Este sedang sakit, segala urusan dengan Bligh dan anak buahnya diserahkan kepada wakilnya Timotheus Wanjon yang sekaligus adalah menantu Van Este. Mereka diperlakukan dengan sangat mewah di sini sebagaimana digambarkan Bligh dalam catatan-catatannya. Untuk memastikan bahwa rombongan pelaut ini bisa sampai Batavia sebelum Oktober, Bligh membeli sebuah kapal kecil yang berukuran panjang 34 kaki seharga 1000 rix-dollar. Kapal itu dibelinya pada tanggal 1 Juli dan diberi nama His Majesty Resource. Mereka ingin tiba di Batavia sebelum bulan Oktober karena di bulan Oktober ada pelayaran ke Eropa.
Namun pada
tanggal 20 July salah seorang anak buah Bligh, David Nelson meninggal karena
demam. Keesokan hatinya Nelson dikuburkan. Kemungkinan besar David Nelson dikuburkan di pekuburan yang sekarang disebut Kuburan Nunhila. Sayang Bligh tak bisa membuat batu nisan untuknya. Entahlah kemudian kuburannya diberi batu nisan atau tidak oleh oleh pejabat Belanda waktu itu. Bligh menulis:
"The corpse was carried by twelve soldiers drest in black, preceded by the minister; next followed myself and second governor; then ten gentlemen of the town and the officers of the ships in the harbor; and after them my own officers and people. After reading our burial-service, the body was interred behind the chapel, in the burying-ground appropriated to the Europeans of the town. I was sorry I could get no tombstone to place over his remains."
Menurut
Bligh, Nelson baru dua kali berlayar ke Asia. Pelayaran pertama adalah bersama
Kapten Cook dalam pelayaran pertamanya. Waktu itu Nelson diutus oleh Sir Joseph
Banks untuk mengumpulkan sampel tumbuhan dan benih dalam pelayaran itu. Sir
Joseph Banks inilah yang pernah singgah di Sabu dan membuat catatan tentang
Sabu.
Tanggal 20
Agustus mereka berlayar meninggalkan Kupang. Bligh sangat sedih dan berterima
kasih kepada orang-orang di Kupang. Ia menulis:
I left the governor, Mr. Van Este, at the point of death. To this gentleman our most grateful thanks are due, for the humane and friendly treatment that we have received from him. His ill state of health only prevented him from showing us more particular marks of attention. Unhappily, it is to his memory only that I now pay this tribute. It was a fortunate circumstance for us, that Mr. Wanjon, the next in place to the governor, was equally humane and ready to relieve us. His attention was unremitting, and, when there was a doubt about supplying me with money, on government account, to enable me to purchase a vessel, he cheerfully took it upon himself; without which, it was evident, I should have been too late at Batavia to have sailed for Europe with the October fleet. I can only return such services by ever retaining a grateful remembrance of them.
Pada tanggal 29 Agustus mereka melewati Pulau Flores, terus ke Sumbawa, Lombok, Bali dan akhirnya Jawa yang nampak kepada mereka pada tanggal 6 September. Pada tanggal 10 September mereka berlabuh di "Passourwang" (Pasuruan), di latitude 7° 36' S, and 1 ° 44' sebelah barat Tanjung Sandana, sebelah tiur laut Jawa. Mereka melanjutkan keesokkan harinya dan tiba di "Sourabya" (Surabaya) pada 13 Septemnber. Pada 17 September mereka berangkat dari Surabaya dan pada hari yang sama mereka berlabuh selama dua jam di "Crissey" dan dari sana mereka berangkat ke "Samarang". Mereka mendarat di "Samarang" pada 22 September. Pada tanggal 26 September mereka berlayar ke Batavia dan tiba pada 1 Oktober.
Tanggal 16
Desember mereka tiba di Tanjung Harapan dan Bligh merasa sudah agak sembuh.
Bligh mencatat bahwa ia diperlakukan dengan baik oleh gubernur jendral di
Batavia dan juga disambut dengan bersahabat oleh gubernur M. Van de Graaf di
Tanjung Harapan. Pada 2 January 1790 mereka bertolak dari Tanjung Harapan ke
Eropa dan pada tanggal 14 Maret Bligh tiba di Portsmouth dengan sebuah sampan
dari Isle of Wight.
Demikianlah
perjalanan pulang Kapten Bligh yang kemudian dalam sidang pengadilan di London dinyatakan
turut bersalah dalam hal tidak bertindak tegas sehingga anak buahnya mengadakan
pemberontakan. Sidang itu digambarkan dengan jelas pada bagian awal film yang
diperankan Anthony Hopkins.
Yang menarik dari
film itu, di bagian awal dalam flash back percakapan antara Bligh and Fletcher
terungkap bahwa tujuan mereka berlayar ke Tahiti adalah untuk membawa anakan sukun untuk ditanam di Jamaika. Sukun akan ditanam untuk memberi
makan para budak di sana karena pisang sangat mahal di sana. Ketidakjujuran mereka tergambar dalam bagaimana mereka menipu Raja Tahiti saat mereka tiba
di sana. Bligh mengatakan Kapten James Cook masih hidup dan menitip salam untuk
Raja Tahiti walaupun sebenarnya Cook terlah terbunuh di Hawaii beberapa tahun
sebelumnya.
Bligh mengajak
Fletcher untuk menjadi wakilnya walaupun sudah ada orang lain yang
diperintahkan secara resmi untuk menemani Bligh dalam ekpedisi ini. Mungkin
Bligh terkesan dengan kepribadian Fletcher dalam beberapa pelayaran sebelumnya.
Namun Bligh jujur kepada Fletcher bahwa ia "ingin membuat dirinya terkenal
sebelum terlalu tua". Cerita persahabatan keduanya berakhir tragis dengan
pemberontakan itu. Fletcher dan sejumlah pemberontak kemudian mendarat di
Pitcairn Island pada bulan September 1789, membakar kapal yang diambil
alih dan menetap di sana. Mereka kawin-mawin dengan beberapa perempuan lokal yang dibawa dari Tahiti sebelumnya.
Sampai sekarang keturunan mereka masih ada di sana dan beberapa di antaranya
sudah kembali ke Inggris.
Gara-gara buah
sukun, Kapten Bligh terdampar di Kupang. Dan di Kupang pula ia menemui buah
sukun di Bakunase, yang ia gambarkan dalam catatannya agak berbeda dari sukun di
Tahiti.
Bagi Kupang,
sekedar kita tahu sedikit sejarah dan juga sekedar tahu bahwa cerita tentang
Kupang pernah masuk dalam film Hollywood walaupun hanya beberapa menit dan itu
gara-gara buah sukun.
Leiden, 11
Januari 2013.
No comments:
Post a Comment