Sunday, November 06, 2011

Nyanyian dari sebuah gubuk kardus

KUSUSURI trotoar di tengah rintik malam ini, terdengar olehku sebuah lagu mendayu. Semakin melangkah semakin jelas dari mana arah suara itu. Sebuah gubuk kardus di sebrang jalan, nampak sayup cahaya lilin dari dalam. Alunan nada yang mendayu membuatku terpaksa menyebrang jalan untuk sekedar menengok ke dalam gubuk itu.

Seorang ayah memeluk anak laki-lakinya tidur berselimutkan kain kumal di atas tumpukan koran sambil meninabobokan anaknya. Beginilah kira-kira syair yang dinyanyikan sang ayah:


Tidurlah anakku sayang
malam telah menjemput kita
biarlah beristirahat tubuh kecilmu
maafkan ayah yang cuma sebentar bersamamu

karena hidup merampas waktuku darimunamun ketahuilah, cintaku tak pernah berkurang padamu
janganlah lagi menangis ketika aku berangkat kerja
karena aku akan selalu kembali ke rumah kita ini

tidurlah anakku sayang
cukuplah bermain hari ini
Jika engkau besar nanti
tak perlu menjadi orang besar dan dihormati
cukuplah bagimu menjadi orang baik
dan berguna bagi keluargamu
tumbuhkah menjadi besar dan bawalah cinta dalam hatimu
pikulah salibmu di jalan yang ditentukan bagimu
Jikalau hatimu susah
ingatlah cinta aku dan ibumu kepadamu
jangalah pernah lupakan darimana engkau berasal
janganlah lupakan Allahmu
dan cerita tentang sobat dari Galilea
yang sering kuceritakan kepadamu
Dialah yang menghapus airmatamu
Dialah yang membalut luka-lukamu

tidurlah anakku sayang
karena hari punya batas
dan cakrawala punya tepian
Jika engkau besar nanti
Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu
jangan pernah mengambil hak orang lain
jangan pernah iri akan keberhasilan orang lain
ingatlah cerita keadilan
yang selalu dipesankan oleh kakek nenekmu

Tidurlah putraku sayang
ayah selalu bersamamu di sini
Satu saat nanti aku dan ibumu akan pergi
Namun doa kami akan selalu bersama engkau dan adikmu
Kiranya Tuhan selalu menjaga kalian
cukuplah itu bagi kami untuk pulang dengan tenang
Jika engkau menemukan jodohmu
kasihilah dia sepenuh hatimu
jangan pernah sakiti hatinya
seperti aku tak pernah menyakiti hati ibumu
bantulah dia sepenuh hatimu
ingatlah betapa ibumu tak pernah mengeluh bersamaku
seakan tak pernah lelah merawat engkau dan adikmu


Tanpa kusadari aku telah berhenti beberapa saat untuk mendengarkan nyanyian ninabobo ini. Bahkan telah beberapa kali aku mendengarkan lagu itu. Kakiku seakan tak mau melangkah pergi. Aku terduduk merenungkan nyanyian itu di tengah rintik hujan yang belum juga berhenti. Di jalan, kendaraan terus menderu seakan tak akan peduli pada duka hati seorang anak manusia. Tak sadar butiran hangat meleleh di pipiku dan sebelum beranjak sebuah doa kuucapkan: "Tuhan, jaga keluarga ini. Amin".

Serpong, 5 November, 2011

No comments: