Sunday, April 17, 2011

Saijah dan Adinda

Aku tak tahu di mana aku akan mati
Aku melihat samudera luas di pantai selatan ketika datang
Ke sana dengan ayahku, untuk membuat garam ;

Bila ku mati di tengah lautan, dan tubuhku dilempar ke air dalam,
Ikan hiu berebutan datang ;
Berenang mengelilingi mayatku, dan bertanya : “siapa antara kita
akan melulur tubuh yang turun nun di dalam air ?”-
Aku tak akan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku akan mati
Kulihat terbakar rumah Pak Ansu, dibakarnya sendiri karena
ia mata gelap ;



Bila ku mati dalam rumah sedang terbakar, kepingan-kepingan
kayu berpijar jatuh menimpa mayatku ;
Dan di luar rumah orang-orang berteriak melemparkan air pemadam api ; -
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu dimana aku kan mati
Kulihat Si Unah kecil jatuh dari pohon kelapa, waktu memetik
kelapa untuk ibunya ;
Bila aku jatuh dari pohon kelapa, mayatku terkapar di kakinya,
di dalam semak, seperti Si Unah ;

Maka ibuku tidak kan menangis, sebab ia sudah tiada. Tapi
orang lain akan berseru : “Lihat Saijah di sana !”
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku kan mati
Kulihat mayat Pak Lisu, yang mati karena tuanya, sebab rambutnya
sudah putih ;

Bila aku mati karena tua, berambut putih, perempuan meratap
sekeliling mayatku ;
Dan mereka akan menangis keras-keras, seperti perempuan-perempuan menangisi mayat pak lisu ; dan juga cucu-cucunya akan menangis, keras sekali ; -
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku kan mati.
Banyak orang mati kulihat di badur. Mereka dikafani, dan ditanam di dalam tanah ;
Bila aku mati di badur, dan aku ditanam di luar desa, arah ke timur di kaki bukit dengan rumputnya yang tinggi ;

Maka adinda akan lewat di sana, tepi sarungnya perlahan mengingsut mendesir rumput, ……

Aku akan mendengarnya..

(Max Havelaar, Mulatatuli)

No comments: